Perlu Sanksi Tegas Bagi Politik Uang
Pilkada serentak 2015 berjalan dengan tertib serta tanpa ditemukan kerusuhan, namun ada catatan yang perlu dikritisi yakni masih maraknya politik uang.
“Perlu ada sanksi bagi pihak yang melakukan politik uang, dengan apa? Gugurkan,” tandas Dadang Muchtar (F-Golkar) ketika melakukan Rapat Dengar Pendapat Komisi II dengan Husni Kamil Manik (Ketua KPU), Muhammad (Ketua Bawaslu) dan Jimly Assidiqie (Ketua DKPP) di ruang Rapat Komisi II, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin, (01/02).
“Saat ini politik uang bukan hanya terjadi pada partai politik saja, tetapi sudah menyebar ke banyak lembaga. Beri sanksi yang tegas, beri metode pencegahan yang terbaik, sehingga politik uang tidak lagi menjamur. Jangan harapkan sistem demokrasi saat ini melahirkan pemimpin yang bagus dan profesional jika dalam prosesnya saja masih ditemukan politik uang,” ujar pria kelahiran Cirebon dari Dapil Jawa Barat VII ini.
Saat ini memang tidak ada sanksi pidana dalam UU Pilkada tetapi praktek politik uang dapat dipidana melalui KUHP dalam pasal 149 ayat 1 dan 2 yang berbunyi "Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling besar empat ribu lima ratus rupiah.”
Namun, menurut mantan Bupati Karawang ini, aturan yang tertuang dalam KUHP belum maksimal. “Ayo pikirkan bersama mengurangi politik uang, karena ini adalah fakta yang masih banyak ditemukan. Tolong pikirkan negara ini perlu dibawa kemana. Mari revisi UU Pilkada secepatnya untuk Republik yang lebih baik.”pungkasnya. (hs,mp), foto : rni/parle/hr.